Beranda | Artikel
Meraih Syafaat dengan Mengikuti Sunnah
Kamis, 20 Maret 2025

Meraih Syafaat dengan Mengikuti Sunnah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Al-Fawaid. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Kamis, 13 Ramadhan 1446 H / 13 Maret 2025 M.

Kajian Islam Tentang Meraih Syafaat dengan Mengikuti Sunnah

Ini tentu merupakan faidah yang sangat besar dan dinanti-nantikan oleh orang yang beriman yang mengharapkan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Dalam hal ini Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah berkata, “Dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyempurnakan kedudukan, selalu merasa butuh dan selalu menunjukkan kekurangan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan semua makhluk butuh kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dunia dan di akhirat.”

Dalam artian, butuh kepada petunjuk yang beliau bawa dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kepada kebaikan-kebaikan yang beliau ajarkan di dalam agama Islam. Kemudian ketika di akhirat nanti, butuh kepada syafaat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak akan mungkin terjadi tanpa izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengapa demikian? Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyempurnakan penghambaan dan ketundukan dirinya, sikap sebagai hamba yang sejati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita sudah sering menjelaskan tentang mengapa di dalam Al-Qur’an, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam selalu dipuji dengan kedudukan yang mulia sebagai ’abdullah (hamba Allah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا

Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.” (QS. Al-Jinn[72]: 19)

Dalam ayat ini, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam disebut sebagai hamba Allah. Dan itu adalah pujian yang tinggi kepada beliau karena beliau telah menyempurnakan kedudukan sebagai hamba yang sesungguhnya yaitu tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sepenuh ketundukan, selalu merendahkan diri, dan menunjukkan rasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

  سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’[17]: 1)

Dikarenakan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam yang menyempurnakan kedudukan ini, bahkan beliau menyeru kepada umatnya,

لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau juga pernah berdoa,

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Ya Allah hidupkanlah aku sebagai seorang miskin, matikanlah aku sebagai seorang miskin, dan giringlah aku pada hari kiamat bersama kelompoknya orang-orang miskin.” (HR. At Tirmidzi)

Maksud dari miskin di sini adalah orang yang selalu tunduk merendahkan diri dan menunjukkan rasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lebih lanjut kata Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah, ”Adapun kebutuhan manusia kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dalam urusan dunia, maka ini adalah kebutuhan yang lebih besar yang lebih mendesak dibandingkan dengan kebutuhan mereka terhadap makan, minum, dan bernafas, yang hal-hal ini merupakan kehidupan bagi tubuh mereka.”

Yakni kehidupan bagi tubuh mereka itu adalah penting. Akan tetapi kehidupan hati mereka dengan petunjuk yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bawa itu jauh lebih penting untuk mereka usahakan. Sampaipun terhadap kebaikan dan kasih sayang orang tua kita sendiri misalnya.

Itulah sebabnya mengapa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam mewajibkan kita untuk mencintai beliau lebih dari kecintaan kita kepada orang tua maupun anak-anak kita. Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda,

لَا يُؤمِنْ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ ، وَوَلَدِهِ ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

”Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal ini dikarenakan kebaikan yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam sampaikan kepada umatnya melalui pengajaran ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada beliau, lebih besar dibandingkan dengan kebaikan yang diberikan oleh orang tua atau orang-orang terdekat kita.    

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55020-meraih-syafaat-dengan-mengikuti-sunnah/